Jumat, 04 Januari 2008

10 Peraturan Commandment Of Computer Ethic

Dalam menggunakan Komputer kita juga harus mempunyai etika terutama penggunaan komputer dalam dunia internet. Setiap orang mempunyai tujuan yang berbeda-beda dalam menggunakan internet. Ada yang menggunakannya untuk mendapatkan informasi, melakukan pekerjaan, download lagu, hiburan dan lain-lain. Intinya kegiatan di dunia maya ini tanpa batas, kita dapat menngunakannya secara bebas sesuai dengan kebutuhan. Tapi, walaupun bebas..,kita juga harus mempunyai etika dan berhati-hati dalam menyimpan data di internet agar tidak dirugikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Apalagi pengunaan internet saat ini terus meningkat,,!!!So kita sebagai generasi muda pastinya tidak ingin menjadi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam penggunaan komputer dan internet yang nantinya bisa merusak mental bangsa. Oleh karena itu, kita harus menerapkan 10 etika dalam berkomputer, yaitu :
1. Jangan menggunakan komputer untuk merugikan orang lain
2. Jangan melanggar atau mengganggu hak atau karya komputer orang lain
3. Jangan memata-matai file-file yang bukan haknya
4. Jangan menggunakan komputer untuk mencuri
5. Jangan menggunakan komputer untuk memberikan kesaksian palsu
6. Jangan menduplikasi atau menggunakan software tanpa membayar
7. Jangan menggunakan sumberdaya komputer orang lain tanpa sepengetahuan yangbersangkutan
8. Jangan mencuri kekayaan intelektual orang lain
9. Pertimbangkan konsekuensi dari program yang dibuat atau sistem komputer yang dirancang 10.Selalu mempertimbangkan dan menaruh respek terhadap sesama saat menggunakan computerKalau kita bisa menerapkan sepuluh etika tersebut.
maka, perkembangan dalam dunia IT akan semakin baik lagi dan tentunya kita sebagai pengguna komputer akan semakin aman dan nyaman dalam menggunakannya.

Web 2.0 di Indonesia,Berkembangkah?

Asslamualaikum…

untuk melengkapi tugas PTI,,hari ini saya membaca artikel dari blog amir.karrimuddin.Menurut mas Amir,,setelah membaca artikel dari Techrunch tentang Web 2.0 di Jerman, kalau gaung Wb 2.0 di Indonesia jauh sekali dibanding gemerlapnya di USA karena di Indonesia lebih rame ngomongin dana non budgeter atau antri sembako.Padahal seharusnya dengan adanya industri yang berkaitan dengan Web 2.0 bisa menjadi tonggak kebangkitan Teknologi Informasi Indonesia karena developer Indonesia terbukti tidak kalah dengan developer dari negara lain.Terus gimana dengan pemetaan Web 2.0 di Indonesia saat ini?Dari tabel yang saya baca dari artikel ini dapat disimpulkan bahwa Web 2.0 belum berkembang di Indonesia.Jadi,bagaimana supaya berkembang?Menurut Amir,supaya berkembang harus ada 3 unsur yaitu:1.Developer(Pembuat dan pemelihara situs bersangkutan)2.Investor(Penanam modakl)3.Advestor(pemasang iklan)Nomor satu sudah tidak diragukan lagi,tapi nomor 2 masih diragukan.Jika Detik dan Kompas yng katanya mirip blog bisa bertahan dan sukses,lalu kenapa web 2.0 tidak bisa berkembang di Indonesia?Jadi menurut saya,setelah membaca artikel ini,Web 2.0 di Indonesia belum berkembang.Soal kenapa web 2.0 belum bisa berkembang di Indonesia?Ya,namanya juga masih negara berkembang,jadi semuanya butuh proses..,kembangkan saja apa yang sudah ada dan manfaatkan teknologi yang ada…Dan tentang ketiga unsur yang disebutkan pada artikel ini,menurut saya memang tidak dapat dipisahkan karena ketiganya saling berhubungan..

Kapan Curhat Itu Diperlukan?

Kebutuhan Sosial Insani
Dari praktek yang sering kita lakukan, curhat (dibaca: curahan hati) itu adalah pengungkapan kita tentang kita (personal) kepada orang lain. Curhat ini berbeda dengan pengaduan. Pengaduan lebih sering dipakai untuk hal-hal yang bersifat sosial. Curhat juga berbeda dengan konseling. Konseling lebih bersifat personal-formal. Di samping itu, konseling memiliki standar profesional dan terkadang juga harus bayar. Hal yang paling mendasar dari konseling adalah bimbingannya.

Seiring dengan kemajuan teknologi, praktek curhat ini sudah mengalami banyak perkembangan. Ada stasiun radio yang khusus menangani orang yang ingin curhat. Ada provider telepon seluler yang membuka nomor khusus untuk curhat. Ada mailing list khusus yang memang didesain untuk keperluan curhat. Bahkan tak sedikit website yang berubah fungsinya menjadi semacam tempat untuk curhat-curhatan antar membernya.

Kenapa banyak orang yang menempuh cara curhat? Adakah manfaat yang bisa dipetik dari cara demikian? Memang ada pendapat yang berbeda-beda soal hal ini. Dari sebagian orang yang saya tanya, ada yang menganggap curhat itu kurang kerjaan. Masalah itu tidak selesai dengan curhat. Curhat itu adalah lambang kecengengan. Tapi tidak sedikit yang menganggap itu sangat dibutuhkan. Curhat bisa menormalkan emosi, bisa menyumbangkan pandangan, dan bisa melegakan batin. Meski masalah tidak selesai dengan curhat, tetapi biasanya sehabis curhat kita merasa plong atau lebih ringan.

Kalau dilihat dari teorinya, memang ada banyak penjelasan yang bisa dipahami bahwa curhat itu termasuk kebutuhan sosial manusia. Di antara kebutuhan sosial itu misalnya: ingin ditemani, ingin ada orang yang merasa senasib, ingin dipedulikan, ingin dihargai, ingin dianggap, ingin didengarkan, dan seterusnya dan seterusnya. Kata sebuah bait puisi yang pernah saya baca, sumbangsih yang paling berharga untuk sesama kita adalah kesediaan untuk saling mendengarkan.

Menurut Horney (1945), setiap orang itu pada dasarnya memiliki tiga kebutuhan dasar. Kebutuhan pertama adalah kebutuhan untuk mendekati orang lain / orang banyak guna mendapatkan cinta / pengakuan. Curhat bisa masuk dalam kebutuhan ini. Kebutuhan kedua adalah kebutuhan untuk menjauhi orang banyak guna memperoleh kebebasan dan kemandirian. Sedangkan kebutuhan ketiga adalah kebutuhan untuk menentang orang banyak guna mendapatkan kekuasaan atau kekuatan (unjuk gigi).

Terlepas itu berguna atau tidak, tapi prakteknya ini kerap kita lakukan atau sulit dihindari untuk tidak melakukannya. Karena itu, mungkin di sini yang diperlukan adalah melihat kapan dan bagaimana curhat itu kita lakukan. Di bawah ini ada beberap hal yang mungkin perlu kita perhatikan:

Pertama, curhat-lah hanya pada orang yang menurut anda itu layak. Layak di sini pengertiannya mungkin layak dalam menjaga rahasia pribadi, layak dalam menangani masalah, layak secara kedekatan hubungan, dan seterusnya. Jangan curhat kepada semua orang atau sembarang orang. Lain soal kalau niat kita memang hanya untuk iseng.

Kedua, curhat-lah hanya ketika kita mendapati masalah-masalah yang memang perlu curhat. Misalnya saja kita menghadapi masalah yang rasa-rasanya belum terbayang bagaimana menanganinya. Saat itu kita butuh pembanding, butuh konfirmasi (penguat) dari orang lain, butuh informasi, dan seterusnya. Jangan curhat untuk semua masalah. Ini berpotensi menghilangkan power personal atau bisa dianggap kita ini cengeng atau selalu mengeluh. Bedanya terkadang sangat tipis dan tidak ketahuan.

Ketiga, curhat-lah pada waktu yang tepat atau yang kira-kira tidak mengganggu orang yang kita curhati. Jangan sedikit-sedikit curhat atau curhat terlalu lama. Perlu kita ingat bahwa ketika kita sadang sangat butuh untuk curhat, umumnya kondisi emosi kita tidak stabil. Mungkin stress, depresi atau mungkin sedang merasa terhimpit. Dalam kondisi semacam itu, biasanya kita cenderung "agak memaksa" orang lain. Kita ingin secepatnya dipahami oleh orang lain lebih dulu. Padahal kita juga perlu memahami orang lain. Karena itu, yang dibutuhkan di sini adalah kendali diri. Jangan sampai kita mengesampingkan kebutuhan untuk memahami orang lain meski keinginan kita adalah untuk dipahami secepatnya.

Keempat, curhat-lah untuk berbagi pengalaman, pengetahuan dan perasaan. Meski kita yang punya acara untuk curhat itu, tapi jangan lupa juga memberikan kesempatan bicara kepada orang yang kita curhati. Ajukan pertanyaan seputar pengalaman dan pengetahuannya tentang persoalan tertentu. Jangan sampai kita curhat hanya untuk curhat. Walaupun ini sah juga tapi alangkah baiknya kalau kita juga mendapatkan manfaat yang banyak. Selain itu, dapatkan juga dukungan. Agar ini tercapai, kita harus tahu orang yang tepat untuk dicurhati.

Kelima, curhat-lah untuk tujuan yang positif dan konstruktif. Ini maksudnya adalah demi kebaikan kita atau demi untuk memperbaiki situasi. Titik. Kenapa perlu dibatasi? Terkadang kita curhat dengan menjelek-jelekkan orang lain, entah itu atasan, teman, pasangan, keluarga, dan siapa saja yang intinya malah memperkeruh suasana. Masalah kita dengan orang lain dan apa saja yang dilakukan orang lain atas kita memang butuh penjelaskan. Tapi, penjelasan di situ sifatnya untuk membeberkan fakta atau memberikan perspektif yang lebih utuh. Ini agar diketahui apa saja yang sebaiknya kita lakukan. Yang jangan sampai adalah penjelasan itu kita bumbui dengan fitnah, adu domba, kedengkian, manipulasi fakta, dan seterusnya. Ini berbahaya buat kita sendiri dan orang lain tentunya.


Hindari Lima Hal
Meski tidak ada kaidah yang mengatur bagaimana kita seharusnya curhat, tapi sepertinya ada rambu-rambu tak tertulis yang perlu kita perhatikan. Sebagian dari sekian rambu-rambu itu adalah:

Pertama, jangan berharap terlalu banyak (over-expectation). Kita mengharapkan seluruh penyelesaian masalah kepada orang yang kita curhati. Ini berpotensi memunculkan mentalitas yang oleh Bandura disebut Avoiding personal responsibility, kebiasaan melemparkan tanggung jawab. Kita perlu sadar, karena kita yang terkena masalah, maka kitalah yang perlu bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah. Orang lain itu kita butuhkan sebagai bantuan, bukan sebagai tempat untuk melemparkan tanggung jawab. Kita memang harus butuh orang lain, tetapi tidak boleh mengandalkan orang lain.

Kedua, fokuskan pada perbaikan situasi, masalah, atau problem, bukan pada orang. Kenapa ini penting untuk diingat? Seperti yang sudah kita singgung, terkadang kita ingin curat ketika bermasalah dengan orang lain. Saat itu pikiran kita selalu mengarah pada kesimpulan bahwa orang lain-lah yang harus berubah. Padahal, dalam situasi semacam itu, bisanya ini sangat sulit terwujud.

Sebagai gantinya, fokuskan pada persoalan (problem, not people). Ini berarti arah yang kita capai adalah bagaimana mengubah diri sendiri dalam menghadapi masalah itu, bukan bagaimana mengubah orang lain yang keberadaannya di luar kontrol kita. Mengubah diri sendiri, mengubah pendekatan dan perlakuan kita terhadap orang lain, biasanya akan mengubah orang lain. Untuk mengubah diri sendiri ini, mintalah masukan kepada orang yang kita curhati.

Ketiga, jangan "menjual masalah" melalui curhat. Maksudnya adalah, jangan melakukan curhat untuk diberi semacam yang bisa disebut "belas kasihan", meskipun itu bukan niat kita. Kenapa? Prakteknya, posisi demikian terkadang kurang menarik minat orang lain untuk ber-empati (share of feeling atau peduli). Padahal empati itu mungkin tujuan kita. Tapi jangan juga menampilkan sikap atau prilaku yang bisa disimpulkan sebagai kesombongan atau tidak tahu diri, misalnya menolak bantuan yang kita butuhkan atau enggan berterima kasih atas nama kesombongan dan keangkuhan

Keempat, harus efektif dan efisien. Maksudnya pasti kita sudah tahu. Efektif artinya seimbang antara usaha yang kita lakukan dan hasil yang kita dapatkan (tepat sasaran). Sedangkan efisien adalah penggunaan waktu / biaya yang sebaik-baiknya untuk mencapi hasil yang kita inginkan. Dulu, sebelum tehnologi seluler ditemukan, banyak kantor yang kebobolan teleponnya. Menurut hasil survei yang pernah saya baca, ternyata hanya 20 % penggunaan telepon kantor itu yang untuk urusan kantor. Sisanya tidak jelas, mungkin untuk pacaran, curhat-curhatan, dan seterusnya. Kalau begini caranya, tentu kita rugi dan kantor pun rugi.

Kelima, jangan sampai membuka ruang untuk disalah-tafsirkan. Poin ini sangat penting untuk orang yang sudah berkeluarga. Kata seorang penasehat perkawinan yang saya kenal, amat sangat disarankan untuk tidak curhat kepada orang lain yang lawan jenis, terutama tentang masalah keluarga atau pribadi. Kenapa? Sebetulnya tidak apa-apa juga selama itu dilandasi oleh ke-sepaham-an dan masih dalam batas yang proporsional. Tapi bila dua hal ini tidak ada, ini berpotensi memunculkan salah tafsir dari orang yang kita curhati atau dari orang sekitar.


Untuk Orang yang Dicurhati
Di antara kita pasti ada yang selalu didatangi orang untuk curhat. Kalau anda termasuk, syukurilah itu. Kenapa? Dilihat dari perkembangan teori kecerdasan (Multiple Intelligence), ada yang mengatakan bahwa tanda-tanda orang yang punya kecerdasan Interpersonal itu adalah sering dimintai nasehat, pandangan, pendapat atau mungkin sering dicurhati orang. Kalau itu selalu dikembangkan, pasti akan membuahkan keuntungan, entah itu dalam kehidupan profesi, karir, keluarga atau masyarakat.

Berdasarkan kasus-kasus yang kerap muncul, baik di lapangan atau di dalam penjelasan literatur, nampaknya ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Ini antara lain:

Pertama, setiap masalah itu adalah masalah bagi orang yang sedang terkena masalah. Tidak ada masalah yang ringan bagi orang yang sampai merasa perlu untuk men-curhat-kan masalahnya. Artinya, jangan sampai kita menyepelekan masalah orang lain dengan mengatakan, misalnya saja: gitu aja dipikirin, cengeng banget kamu, saya pernah punya masalah yang jauh lebih dahsyat tapi tidak secengeng kamu, dan seterusnya dan seterusnya. Mungkin intinya di sini adalah kita merendahkan orang lain.

Akan lebih bagus kalau kita berusaha mendengarkan, memahami dan mengeksplorasi perspektif ke tingkat yang lebih luas. Kalau kita punya pengalaman pribadi, sampaikan itu ke dalam paket solusi-solusi alternatif. Kalau kita belum punya referensinya, kasihlan pendapat yang mengarah pada penemuan solusi atau perbaikan-perbaikan. Ini akan lebih positif dibanding dengan ketika kita mengangkat diri sendiri dan menjatuhkan orang lain.

Kedua, tunjukkan empati, bukan simpati. Empati itu pada dasarnya adalah peduli atau care (perhatian). Thomas F. Mader & Diane C. Mader, dalam Understanding One Another (1990), menjelaskan, empati itu adalah kapasitas seseorang untuk bisa berbagi atas dasar semangat kepedulian. Peduli ini, kalau mengacu pada teori kompetensi, ada tingkatannya atau ada skalanya. Bentuk peduli yang paling tinggi adalah bantuan nyata atau tindakan.

Lalu kenapa harus menghindari simpati? Simpati yang dimaksudkan di sini adalah menaruh belas kasihan tetapi dasarnya itu adalah (semacam) merendahkan atau menghina orang yang curhat ke kita seolah-olah nasibnya sangat lebih jelek dibanding kita. Simpati dalam pengertian seperti ini agaknya kurang dibutuhkan. Termasuk dalam pengertian simpati di sini adalah, kita ikut hanyut atau larut ke dalam perasaan orang yang curhat sampai-sampai membuat akal sehat kita tidak bekerja untuk melihat persoalan. Logikanya, kalau kita sendiri ikut hanyut, apa ya mungkin kita bisa memberi masukan yang menyehatkan?

Ketiga, faktual dan "problem centered". Menurut teori manajemen, keputusan yang kualitasnya bagus adalah keputusan yang dilandasi fakta, bukan berdasarkan perasaan pribadi. Ini terkadang tepat pula untuk memberi masukan kepada orang yang curhat. Agaknya kita perlu menghindari pemberian saran, masukan atau pendapat yang malah membuat orang malas berpikir, punya harapan atau keyakinan yang tidak realistis, atau malah menghancurkan spirit hidupnya.

Dekatkan orang pada masalah yang dihadapi (faktual) dan bangkitkan spiritnya. Jangan menghibur seseorang dengan kata-kata manis yang tidak mendorongnya untuk melakukan sesuatu (aksi atau antisipasi). Tapi jangan pula menggembosinya dengan opini-opini negatif yang merusak atau kata-kata yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan destruktif.

Keempat, hindari upaya untuk memojokkan, menyalahkan dan apalagi memarahi. Fokuskan pada apa yang bisa dilakukan oleh dia dan oleh kita terkait dengan masalah yang muncul. Bagaimana kalau demi "pendidikan"? Bisa-bisa saja. Cuma, memarahi orang yang sedang terkena masalah biasanya kurang efektif dan sangat mungkin memancing penolakan. Yang ia butuhkan adalah bantuan. Mungkin nanti kalau kita sudah bisa membantu barulah kita memarahinya, kalau memang itu diperlukan. Jangan sampai kita mengatakan sesuatu yang menyakitkan padahal kita tidak bisa membantu apa-apa.

Kelima, jaga "kehormatan" orang yang curhat. Kehormatan di sini termasuk misalnya saja: merahasiakan sesuatu yang memang harus dirahasiakan. Kalau pun itu harus dikatakan kepada orang lain / pihak ketiga, hendaknya itu perlu didesain dengan bahasa yang kira-kira bisa memunculkan solusi atau perbaikan, bukan untuk meremehkan, menjelek-jelekkan, atau membuka aib seseorang.

Itulah sebagian dari sekian hal yang mungkin penting untuk diingat ketika hendak curhat atau ketika dicurhati orang lain. Semoga bermanfaat.

Pengungkapan Diri

Dalam kehidupan sosial di masyarakat, individu seringkali dirundung rasa curiga dan tidak percaya diri yang kuat sehingga tidak berani menyampaikan berbagai gejolak atau pun emosi yang ada di dalam dirinya kepada orang lain, apalagi jika menyangkut hal-hal yang dianggapnya tidak baik untuk diketahui orang lain. Akibatnya individu tersebut lebih banyak memendam berbagai persoalan hidup yang akhirnya seringkali terlalu berat untuk ditanggung sendiri sehingga menimbulkan berbagai masalah psikologis maupun fisiologis. Dalam ruang konseling di website ini, banyak pembaca yang mengatakan bahwa mereka sulit sekali mengungkapkan diri (mengatakan pendapat, perasaan, cita-cita, rasa marah, jengkel, dsb) kepada orang lain, bahkan tidak pernah berbagi informasi jika tidak diminta / ditanya. Hal yang menarik adalah mereka mengakui bahwa kondisi tersebut sangat tidak nyaman dan cenderung membuat mereka dijauhi oleh rekan atau pun anggota keluarganya sendiri. Meskipun di satu sisi mereka merasa ragu dan takut untuk mengungkapkan diri, namun di sisi lain mereka merasa bahwa hal tersebut sangat diperlukan untuk meringankan beban diri sendiri.
Menyikapi permasalahan diatas, maka kita perlu mengetahui mengapa pengungkapan diri perlu dilakukan dan mengapa, bagi sebagian individu, hal ini amat sulit untuk dilaksanakan. Pertanyaan mendasar adalah mengapa kita harus memberitahu orang lain tentang diri kita sendiri. Lalu bagaimana cara mengungkapkan diri secara tepat sehingga tidak menimbulkan penyesalan bagi diri sendiri dan menambah beban bagi orang lain.
Dasar Pemikiran
Pengungkapan diri atau "self disclosure" dapat diartikan sebagai pemberian informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Informasi yang diberikan tersebut dapat mencakup berbagai hal seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, dan lain sebagainya. Pengungkapan diri haruslah dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan dalam memberikan informasi, atau dengan kata lain apa yang disampaikan kepada orang lain hendaklah bukan merupakan suatu topeng pribadi atau kebohongan belaka sehingga hanya menampilkan sisi yang baik saja.
Untuk menjawab pertanyaan mengapa seseorang perlu memberitahu orang lain tentang dirinya sendiri, maka hal tersebut harus dilihat sebagai suatu siklus yang melibatkan 3 (tiga) hal yaitu pengungkapan diri, hubungan persahabatan dan penerimaan terhadap diri sendiri. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
Merupakan suatu hal yang sangat baik jika anda mengatakan kepada teman atau orang lain yang berinteraksi dengan anda bagaimana mereka dapat mempengaruhi anda. Dengan mengungkapkan perasaan dan berbagi pengalaman maka akan dapat semakin mempererat hubungan persahabatan.
Penerimaan teman atau orang lain akan memudahkan anda untuk dapat menerima kondisi diri anda sendiri.
Karena anda sudah dapat menerima diri sendiri dan merasa nyaman dengan kondisi tersebut, maka anda lebih mudah untuk mengungkapkan diri sehingga hubungan dengan teman anda terasa lebih menyenangkan.
Dengan adanya berbagai masukan dari orang lain, rasa aman yang tinggi, dan penerimaan terhadap diri, maka anda akan dapat melihat diri sendiri secara lebih mendalam dan mampu menyelesaikan berbagai masalah hidup.
Meski diakui bahwa pengungkapan diri sangat penting bagi perkembangan individu, namun sebagian orang masih enggan untuk melakukannya. Pada dasarnya keengganan atau kesulitan individu dalam mengungkapkan diri banyak dilandasi oleh faktor risiko yang akan diterimanya di kemudian hari, di samping karena belum adanya rasa aman dan kepercayaan pada diri sendiri. Risiko yang dimaksud dapat berupa bocornya informasi yang telah diberikan pada seseorang kepada pihak ketiga padahal informasi tersebut dianggap sangat pribadi oleh si pemberi informasi, atau bisa juga informasi yang disampaikan justru menyinggung perasaan orang lain sehingga dapat mengganggu hubungan interpersonal yang sebelumnya sudah terjalin dengan baik. Selain itu pengungkapan diri pada orang atau kondisi yang tidak tepat justru akan menjadi bumerang bagi si pemberi informasi. Selain faktor risiko, faktor pola asuh juga berperan penting. Dalam keluarga atau lingkungan yang tidak mendukung semangat keterbukaan dan kebiasaan berbagi informasi maka individu akan sulit untuk bisa mengungkapkan diri secara tepat. Itulah sebabnya mengapa sebagian orang amat sulit berbagi informasi dengan orang lain, sekali pun informasi tersebut sangat positif bagi dirinya dan orang lain.
Meskipun pengungkapan diri mengandung risiko bagi si pelaku (pemberi informasi) namun para ahli psikologi menganggap bahwa pengungkapan diri sangatlah penting. Hal ini dasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa pengungkapan diri (yang dilakukan secara tepat) merupakan indikasi dari kesehatan mental seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mampu mengungkapkan diri secara tepat terbukti lebih mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya pada diri sendiri, lebih kompeten, extrovert, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif dan percaya terhadap orang lain, lebih obyektif dan terbuka (David Johnson, 1981; dalam mentalhelp.net). Selain itu para ahli psikologi juga meyakini bahwa berbagi informasi dengan orang lain dapat meningkatkan kesehatan jiwa, mencegah penyakit dan mengurangi masalah-masalah psikologis yang menyangkut hubungan interpersonal. Dari segi komunikasi dan pemberian bantuan kepada orang lain, salah satu cara yang dianggap paling tepat dalam membantu orang lain untuk mengungkapkan diri adalah dengan mengungkapkan diri kita kepada orang tersebut terlebih dahulu. Tanpa keberanian untuk mengungkapan diri maka orang lain akan bertindak yang sama, sehingga tidak tercapai komunikasi yang efektif.
Secara lebih lengkap manfaat-manfaat dari pengungkapan diri dapat disebutkan sebagai berikut:
Meningkatkan kesadaran diri (self-awareness). Dalam proses pemberian informasi kepada orang lain, anda akan lebih jelas dalam menilai kebutuhan, perasaan, dan hal psikologis dalam diri anda. Selain itu, orang lain akan membantu anda dalam memahami diri anda sendiri, melalui berbagai masukan yang diberikan, terutama jika hal itu dilakukan dengan penuh empati dan jujur.
Membangun hubungan yang lebih dekat dan mendalam, saling membantu dan lebih berarti bagi kedua belah pihak. Keterbukaan merupakan suatu hubungan timbal balik, semakin anda terbuka pada orang lain maka orang lain akan berbuat hal yang sama. Dari keterbukaan tersebut maka akan timbul kepercayaan dari kedua pihak sehingga akhirnya akan terjalin hubungan persahabatan yang sejati.
Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang memungkinkan seseorang untuk menginformasikan suatu hal kepada orang lain secara jelas dan lengkap tentang bagaimana ia memandang suatu situasi, bagaimana perasaannya tentang hal tersebut, apa yang terjadi, dan apa yang diharapkan.
Mengurangi rasa malu dan meningkatkan penerimaan diri (self acceptance). Jika orang lain dapat menerima anda maka kemungkinan besar anda pun dapat menerima diri anda.
Memecahkan berbagai konflik dan masalah interpersonal. Jika orang lain mengetahui kebutuhan anda, ketakutan, rasa frustrasi anda, dsb, maka akan lebih mudah bagi mereka untuk bersimpati atau memberikan bantuan sehingga sesuai dengan apa yang anda harapkan.
Memperoleh energi tambahan dan menjadi lebih spontan. Harap diingat bahwa untuk menyimpan suatu rahasia dibutuhkan energi yang besar dan dalam kondisi demikian seseorang akan lebih cepat marah, tegang, pendiam dan tidak riang. Dengan berbagi informasi hal-hal tersebut akan hilang atau berkurang dengan sendirinya.
Beberapa Kiat
Bagi anda yang mengalami masalah dalam mengungkapkan diri kepada orang lain, ada 4 (empat) langkah yang dapat anda lakukan agar pengungkapan diri dapat berjalan efektif. Keempat langkah tersebut adalah:
Langkah 1: Tanyakan pada diri sendiri, sejauhmana saya akan membuka diri? Hal-hal apa yang bisa saya bagi dengan orang lain dan kepada siapa?
Setiap orang memiliki rahasia pribadi. Hal tersebut sangatlah normal karena setiap orang tentu ingin menjaga agar hal-hal khusus tidak perlu diketahui oleh orang lain. Sayangnya banyak rahasia yang sebenarnya justru tidak perlu dirahasiakan karena tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, tetapi karena takut orang lain tidak memahami rahasia tersebut maka rahasia ini disimpan terus-menerus . Hal inilah yang harus diperhatikan oleh anda jika ingin mengungkapkan diri.
Langkah 2: Lakukan persiapan sebelum membuka diri. Atasi terlebih dahulu kekhawatiran dan ketakutan anda.
Untuk mengatasi kekuatiran, ketakutan atau ketidakpercayaan diri, anda dapat memulai pengungkapan diri dengan memilih topik pembicaraan pada hal-hal yang ringan dan santai. Contohnya: berbagi cerita tentang acara televisi atau film yang disukai, perawatan mobil/motor, kegiatan di sekolah atau kantor, dll. Pada awalnya usahakan untuk tidak mengutarakan berbagai perasaan atau opini pribadi. Jika tahapan ini sudah anda lalui dan berhasil dengan baik, barulah anda memilih orang yang dapat anda percayai untuk mengemukakan pendapat pribadi maupun perasaan anda tentang suatu hal, misalnya utarakan apa yang anda rasakan dan apa yang anda harapkan dari teman anda. Secara berangsur-angsur lakukan hal tersebut dengan beberapa yang berbeda. Dengan cara ini anda akan menjadi mudah untuk memulai komunikasi dan selanjutnya menjadi terbiasa dalam berbagi informasi.
Langkah 3: Tingkatkan terus ketrampilan anda dalam mengungkapkan diri. Pelajari cara-cara mengungkapkan diri dan bagaimana memberikan masukan yang bermanfaat.
Pengungkapan diri melibatkan cara-cara penyampaian informasi yang baik dan jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman bagi orang yang menerima informasi tersebut. Jika anda ingin berbagi informasi maka kemukakan hal itu sejelas-jelasnya, hindari ketidakjujuran, kemukakan dengan bahasa sederhana dan jangan berbelit-belit. Jangan berasumsi bahwa orang lain akan memahami anda, mengetahui perasaan dan kebutuhan anda tanpa harus anda katakan. Ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang dapat membaca pikiran anda. Jadi andalah yang harus mengatakan dan menjelaskan apa perasaan anda, apa kebutuhan anda saat ini dan apa yang anda harapkan dari orang lain. Jika ada hal-hal yang anda rasakan kurang jelas, bertanyalah pada saat ini dan jangan berasumsi.
Dalam mengungkapkan diri, secara tidak langsung sebenarnya anda juga memberikan masukan kepada orang lain dan sebaliknya. Oleh karena itu dalam memberikan berbagai masukan kepada teman (orang yang diberi informasi) anda perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Masukan yang diberikan tidak boleh bernada ancaman. Fokuskan pada permasalahan dan bukan pada kepribadian si lawan bicara.
Fokus pada masalah yang sedang dibahas, jangan ngalur-ngidul ke masalah-masalah lain atau ke masa lalu
Jangan memberi masukan jika tidak diperlukan, tidak mungkin dilaksanakan atau diterima, atau jika usulan tersebut sudah tidak berguna. Berikan hanya masukan yang benar-benar masuk akal, bersifat membangun dan tidak rumit.
Langkah 4: Ungkapkan diri anda secara tepat dengan pemilihan waktu dan situasi yang tepat pula.
Agar dapat mengungkapkan diri secara tepat pada waktu atau situasi yang tepat, perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Pertama-tama anda harus memiliki suatu alasan mengapa anda perlu membuka diri.
Dengan siapa anda akan berbicara..teman dekat? orangtua? atasan? kenalan baru? atau siapa?
Sejauhmana pengungkapan diri anda akan membahayakan diri anda sendiri?
Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut maka anda akan dapat mengungkapkan diri secara tepat dan proporsional sehingga akan bermanfaat bagi diri anda dan orang lain. Bagi anda yang sangat sulit membuka diri kepada orang lain, maka akan sangat baik jika anda membuat semacam catatan kecil tentang hal-hal yang telah anda ungkapkan pada orang lain dan pengaruhnya terhadap perkembangan diri anda.
Mengingat kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan dengan melihat berbagai manfaat yang akan diperoleh jika seseorang dapat mengungkapkan diri secara tepat, maka tidak ada pilihan lain bagi setiap individu selain belajar untuk dapat mengungkapkan diri. Ketidakmampuan untuk mengungkapkan diri akan sangat merugikan perkembangan jiwa individu yang bersangkutan. Meskipun demikian, keputusan untuk membuka diri dan berbagi informasi dengan orang lain haruslah dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Dengan melihat beberapa kiat diatas, individu diharapkan dapat memiliki kepercayaan diri dalam membuka diri bagi orang lain sehingga dapat tercipta hubungan interpersonal yang sehat. Bahwa dalam kenyataan pasti ada risiko yang harus ditanggung jika seseorang berani mengungkapkan diri kepada orang lain, misalnya informasi yang diberikan dimanipulasi oleh si penerima informasi, atau pun dikhianati oleh orang yang sangat dipercayai, tentu tidak dapat dipungkiri. Namun demikian dengan cara-cara yang bijak dan perencanaan yang baik maka hal itu pasti akan dapat dikurangi. Jika diambil persamaan maka pengungkapan diri sama saja dengan jatuh cinta: ada risiko yang harus ditanggung tetapi amat sulit untuk ditolak. Selamat mencoba.